Saturday, February 16, 2013

DUNIA DAN AKHIRAT ADA BERSAMAAN

Setelah memahami bahwa kehidupan Bumi pasti bakal berakhir, salah satu ‘kata kunci’ dalam memahami buku ‘Akhirat Tidak Kekal’ adalah definisi tentang ‘alam dunia’ dan ‘alam akhirat’. Ini perlu kita pahamkan terlebih dulu, agar persepsi kita tentang kedua alam ini bertemu dalam satu frame yang sama. Karena kalau tidak, diskusi kita selanjutnya tidak akan nyambung.

Dalam menjelaskan ketidak-kekalan akhirat ini saya sengaja tidak menjawab pertanyaan kawan-kawan secara langsung satu persatu dan sporadis. Karena, hal itu akan menjadikan diskusi tidak terarah dan berputar-putar tak ada ujung pangkalnya. Namun, jangan khawatir, pertanyaan yang Anda posting disini saya catat kok, dan kemudian saya rangkum dalam jawaban yang terstruktur dalam bentuk notes secara bersambung, supaya Anda enak membaca dan menyimpulkannya.

Ada yang bertanya: apakah dunia dan akhirat sudah ada secara bersamaan? Maka, jawaban saya adalah: IYA. Kedua alam ini sudah ada sekarang, secara bersama-sama, paralel dalam dimensi yang berbeda. Darimana sumber informasinya? Tentu saja dari dalam Al Qur’an, karena istilah alam dunia dan akhirat itu memang berasal dari Al Qur’an.

Kalau Anda baca ayat-ayat Al Qur’an, banyak sekali istilah ‘dunia’ dan ‘akhirat’ itu. Apakah yang dimaksud dengan ‘dunia’? Dalam kamus bahasa Arab kata dunia berasal dari akar kata ‘danaa’ yang diantaranya bermakna ‘mendekat’ atau ‘dekat dengan’. Bisa juga bermakna ‘rendah’ dalam kualitas. Maka, rangkuman makna dari ‘alam dunia’ adalah alam yang dekat dan rendah. Ini mengambarkan fisik sekaligus kualitas ‘dunia’ dalam pandangan Islam.

Sedangkan, akhirat berasal dari kata ‘akhara’ yang bermakna ‘mengakhirkan’ atau menunda, menangguhkan, melambatkan, menyisakan, dan semacamnya. Sehingga makna kata ‘alam akhirat’ adalah alam kehidupan yang terakhir. Disinilah ayat-ayat Al Qur’an dipahami secara kontroversial, bahwa alam akhirat ada yang memahaminya sebagai alam yang kekal tak punya akhir lagi, karena ia sudah yang ‘paling akhir’. Pada waktunya nanti akan saya tunjukkan, bahwa kehidupan akhirat memang kehidupan terakhir, tetapi ‘bukan fase terakhir’ drama penciptaan manusia.

Maka, tentang posisi dunia dan akhirat itu kita bisa merujuk kepada informasi-informasi di dalam Al Qur’an. Bahwa dunia adalah alam yang paling dekat dengan kehidupan kita, yang oleh ayat berikut ini disebut sebagai alam yang berisi bintang-bintang alias benda-benda langit. Dengan kata lain, selama alam itu adalah ruangan yang berisi benda-benda langit sebagaimana bisa kita observasi, itu adalah masih langit dunia.
QS. Al Mulk (67): 5
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit dunia dengan bintang-bintang…

Selain bermakna kosmologis, alam dunia juga bermakna kehidupan di muka bumi dengan segala hiruk pikuknya, yang oleh ayat berikut ini disebut sebagai ‘kehidupan rendah’ dan ‘main-main’ belaka. Sedangkan kehidupan akhirat disebut sebagai kehidupan yang jauh lebih baik.
QS. Al An’aam (6): 32
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kehidupan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?

Dimanakah alam akhirat berada? Secara kosmologis, alam akhirat itu paralel dengan alam dunia. Apakah bukti bahwa ia sudah ada di alam paralel? Diceritakan oleh Al Qur’an sendiri, dalam kisah Mi’raj Nabi saat beliau berada di Sidratul Muntaha. Ketika berada di langit ketujuh itulah Rasulullah menyaksikan surga – yang tentu saja berada di alam akhirat. Alam semesta ini diciptakan oleh Allah sebanyak tujuh lapis sebagai satu paket. Alam terendahnya disebut sebagai alam dunia, dan alam tertingginya disebut alam akhirat.

Jadi, surga-neraka itu sekarang sudah ada di langit ketujuh. Di alam berdimensi paling tinggi dalam struktur langit yang ‘berlapis-lapis’. Dalam kosmologi modern, keberadaan alam berdimensi tinggi ini semakin mendapat perhatian. Diantaranya, dijelaskan oleh teori String yang telah saya jelaskan panjang lebar dalam buku serial ke-34: MENGARUNGI ‘ARSY ALLAH.

Alam dunia adalah ruangan alam berdimensi tiga, sedangkan akhirat adalah ruangan alam berdimensi sembilan (menurut teori String) atau berdimensi sepuluh (menurut M-Theory alias teori String yang sudah disempurnakan). Pada prinsipnya, indikasi adanya alam berdimensi tinggi semakin bisa dijelaskan oleh teori Kosmologi modern. Dan saya termasuk yang meyakini, kelak hal ini akan terungkap sebagai kenyataan saintifik.

Perkembangan teori String diperkirakan akan menggeser teori Einsteinian yang mempersepsi alam semesta hanya sebagai ruangan ‘alam dunia’ berdimensi tiga. Teori ini telah terpatahkan di kasus Black-hole, dimana teori gravitasi Einsteinian tidak mampu menjelaskan adanya gaya gravitasi dalam skala kuantum. Sebuah fenomena yang justru bisa dijelaskan dengan cukup baik oleh M-Theory. Dan, di gravitasi tingkat kuantum itulah justru terdapat kunci pemahaman atas adanya alam berdimensi tinggi. Diperkirakan alam semesta atau alam dunia ini memiliki lubang-lubang hitam yang menjadi pintu masuk ke alam berdimensi lebih tinggi.
QS. Al Hijr (15): 14-15
Dan seandainya Kami bukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya, tentu mereka akan berkata: “Sesungguhnya pandangan kami menjadi kabur. Dan kami menjadi (seperti) orang-orang yang terkena sihir.”

Keadaan seperti itulah yang dialami oleh Rasulullah saat beliau berada di alam berdimensi tinggi – di Sidratul Muntaha. Beliau terpesona melihat keindahan surga yang tak pernah dilihatnya saat berada di alam berdimensi rendah alias alam dunia.
QS. An Najm (53): 14-18
Di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. Ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu (misteri) yang meliputinya. Penglihatan Muhammad tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya (terpesona melihat keindahan alam berdimensi tinggi itu).

Ringkas kata, saya cuma ingin mengatakan bahwa alam akhirat dan alam dunia ini sudah ada secara bersamaan sejak diciptakan sampai lenyapnya kelak. Kehidupan manusia terikat oleh badannya yang hidup di dimensi tiga, tetapi kesadarannya bisa mengakses alam yang berdimensi tinggi sampai ke Sidratul Muntaha, dimana surga dan neraka berada. Bahkan, jika batas-batas dimensi langit itu dibukakan oleh-Nya, tubuh fisik manusia pun bakal bisa memasuki alam-alam berdimensi tinggi itu. Dan kesadarannya menjadi nanar seperti orang yang terkena sihir, sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas.

Lantas, bagaimana kaitannya dengan cerita kiamat? Cerita kiamat yang saya tulis dalam note ke-2 itu hanya terjadi di planet Bumi. Karena itu, saya sebut sebagai kiamatnya Bumi, bukan kiamatnya alam semesta. Bumi hanyalah partikel kecil di ‘samudera alam semesta’ yang berisi bermiliar-miliar benda langit. Ada triliunan bintang dan matahari, yang membentuk miliaran galaksi, dan berisi planet-planet seukuran bumi dalam jumlah tak berhingga.

Maka, kalau planet Bumi yang kita huni ini diserbu oleh jutaan meteor dari Kabut Oort, kejadian itu hanya akan memporak porandakan kehidupan di planet Bumi saja. Atau maksimum tatasurya kita. Tidak akan mengganggu stabilitas alam semesta yang sedemikian luasnya. Ibaratnya, kerusakan itu hanya terjadi di sebutir debu yang bertaburan di sebuah padang pasir nan luas. Di sebutir debu bernama Bumi itulah 6,5 miliar manusia sedang mengalami kiamat atas peradabannya..!

Kita mengenal peristiwa ini sebagai ‘kiamat sughra’ alias kiamat kecil. Bukan kiamat besar atau kiamat Kubra berupa hancurnya alam semesta. Tentang kiamat besar ini akan saya ceritakan dalam note tersendiri. Kiamat Bumi alias kiamat kecil itulah yang bakal mengantarkan manusia menapaki fase-fase kehidupan selanjutnya memasuki alam barzakh di dimensi yang lebih tinggi. Dan kemudian menuju alam akhirat, di dimensi yang lebih tinggi lagi, sebelum ia lenyap ke dalam Zat Yang Tak Terikat Dimensi: Allah Sang Penguasa Jagat Semesta…
QS. Az Zukhruf (43): 85
Dan Maha Suci Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Wallahu a’lam bishshawab…

No comments:

Post a Comment