Setelah memahami bahwa kehidupan Bumi pasti bakal berakhir, salah
satu ‘kata kunci’ dalam memahami buku ‘Akhirat Tidak Kekal’ adalah
definisi tentang ‘alam dunia’ dan ‘alam akhirat’. Ini perlu kita
pahamkan terlebih dulu, agar persepsi kita tentang kedua alam ini
bertemu dalam satu frame yang sama. Karena kalau tidak, diskusi kita selanjutnya tidak akan nyambung.
Dalam menjelaskan ketidak-kekalan akhirat ini saya sengaja tidak
menjawab pertanyaan kawan-kawan secara langsung satu persatu dan
sporadis. Karena, hal itu akan menjadikan diskusi tidak terarah dan
berputar-putar tak ada ujung pangkalnya. Namun, jangan khawatir,
pertanyaan yang Anda posting disini saya catat kok, dan kemudian saya rangkum dalam jawaban yang terstruktur dalam bentuk notes secara bersambung, supaya Anda enak membaca dan menyimpulkannya.
Ada yang bertanya: apakah dunia dan akhirat sudah ada secara
bersamaan? Maka, jawaban saya adalah: IYA. Kedua alam ini sudah ada
sekarang, secara bersama-sama, paralel dalam dimensi yang berbeda.
Darimana sumber informasinya? Tentu saja dari dalam Al Qur’an, karena
istilah alam dunia dan akhirat itu memang berasal dari Al Qur’an.
Kalau Anda baca ayat-ayat Al Qur’an, banyak sekali istilah ‘dunia’
dan ‘akhirat’ itu. Apakah yang dimaksud dengan ‘dunia’? Dalam kamus
bahasa Arab kata dunia berasal dari akar kata ‘danaa’ yang
diantaranya bermakna ‘mendekat’ atau ‘dekat dengan’. Bisa juga bermakna
‘rendah’ dalam kualitas. Maka, rangkuman makna dari ‘alam dunia’ adalah
alam yang dekat dan rendah. Ini mengambarkan fisik sekaligus kualitas
‘dunia’ dalam pandangan Islam.
Sedangkan, akhirat berasal dari kata ‘akhara’ yang bermakna ‘mengakhirkan’
atau menunda, menangguhkan, melambatkan, menyisakan, dan semacamnya.
Sehingga makna kata ‘alam akhirat’ adalah alam kehidupan yang terakhir.
Disinilah ayat-ayat Al Qur’an dipahami secara kontroversial, bahwa alam
akhirat ada yang memahaminya sebagai alam yang kekal tak punya akhir
lagi, karena ia sudah yang ‘paling akhir’. Pada waktunya nanti akan saya
tunjukkan, bahwa kehidupan akhirat memang kehidupan terakhir, tetapi
‘bukan fase terakhir’ drama penciptaan manusia.
Maka, tentang posisi dunia dan akhirat itu kita bisa merujuk kepada
informasi-informasi di dalam Al Qur’an. Bahwa dunia adalah alam yang
paling dekat dengan kehidupan kita, yang oleh ayat berikut ini disebut
sebagai alam yang berisi bintang-bintang alias benda-benda langit.
Dengan kata lain, selama alam itu adalah ruangan yang berisi benda-benda
langit sebagaimana bisa kita observasi, itu adalah masih langit dunia.
QS. Al Mulk (67): 5
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit dunia dengan bintang-bintang…
Selain bermakna kosmologis, alam dunia juga bermakna kehidupan di
muka bumi dengan segala hiruk pikuknya, yang oleh ayat berikut ini
disebut sebagai ‘kehidupan rendah’ dan ‘main-main’ belaka. Sedangkan
kehidupan akhirat disebut sebagai kehidupan yang jauh lebih baik.
QS. Al An’aam (6): 32
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda
gurau belaka. Dan sungguh kehidupan akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?
Dimanakah alam akhirat berada? Secara kosmologis, alam akhirat itu
paralel dengan alam dunia. Apakah bukti bahwa ia sudah ada di alam
paralel? Diceritakan oleh Al Qur’an sendiri, dalam kisah Mi’raj Nabi
saat beliau berada di Sidratul Muntaha. Ketika berada di langit ketujuh
itulah Rasulullah menyaksikan surga – yang tentu saja berada di alam
akhirat. Alam semesta ini diciptakan oleh Allah sebanyak tujuh lapis
sebagai satu paket. Alam terendahnya disebut sebagai alam dunia, dan
alam tertingginya disebut alam akhirat.
Jadi, surga-neraka itu sekarang sudah ada di langit ketujuh. Di alam
berdimensi paling tinggi dalam struktur langit yang ‘berlapis-lapis’.
Dalam kosmologi modern, keberadaan alam berdimensi tinggi ini semakin
mendapat perhatian. Diantaranya, dijelaskan oleh teori String yang telah
saya jelaskan panjang lebar dalam buku serial ke-34: MENGARUNGI ‘ARSY
ALLAH.
Alam dunia adalah ruangan alam berdimensi tiga, sedangkan akhirat
adalah ruangan alam berdimensi sembilan (menurut teori String) atau
berdimensi sepuluh (menurut M-Theory alias teori String yang sudah
disempurnakan). Pada prinsipnya, indikasi adanya alam berdimensi tinggi
semakin bisa dijelaskan oleh teori Kosmologi modern. Dan saya termasuk
yang meyakini, kelak hal ini akan terungkap sebagai kenyataan saintifik.
Perkembangan teori String diperkirakan akan menggeser teori
Einsteinian yang mempersepsi alam semesta hanya sebagai ruangan ‘alam
dunia’ berdimensi tiga. Teori ini telah terpatahkan di kasus Black-hole,
dimana teori gravitasi Einsteinian tidak mampu menjelaskan adanya gaya
gravitasi dalam skala kuantum. Sebuah fenomena yang justru bisa
dijelaskan dengan cukup baik oleh M-Theory. Dan, di gravitasi tingkat
kuantum itulah justru terdapat kunci pemahaman atas adanya alam
berdimensi tinggi. Diperkirakan alam semesta atau alam dunia ini
memiliki lubang-lubang hitam yang menjadi pintu masuk ke alam berdimensi
lebih tinggi.
QS. Al Hijr (15): 14-15
Dan seandainya Kami bukakan kepada mereka salah satu dari
(pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya, tentu
mereka akan berkata: “Sesungguhnya pandangan kami menjadi kabur. Dan
kami menjadi (seperti) orang-orang yang terkena sihir.”
Keadaan seperti itulah yang dialami oleh Rasulullah saat beliau
berada di alam berdimensi tinggi – di Sidratul Muntaha. Beliau terpesona
melihat keindahan surga yang tak pernah dilihatnya saat berada di alam
berdimensi rendah alias alam dunia.
QS. An Najm (53): 14-18
Di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. Ketika
Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu (misteri) yang meliputinya.
Penglihatan Muhammad tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak
(pula) melampauinya (terpesona melihat keindahan alam berdimensi tinggi
itu).
Ringkas kata, saya cuma ingin mengatakan bahwa alam akhirat dan alam
dunia ini sudah ada secara bersamaan sejak diciptakan sampai lenyapnya
kelak. Kehidupan manusia terikat oleh badannya yang hidup di dimensi
tiga, tetapi kesadarannya bisa mengakses alam yang berdimensi tinggi
sampai ke Sidratul Muntaha, dimana surga dan neraka berada. Bahkan, jika
batas-batas dimensi langit itu dibukakan oleh-Nya, tubuh fisik manusia
pun bakal bisa memasuki alam-alam berdimensi tinggi itu. Dan
kesadarannya menjadi nanar seperti orang yang terkena sihir, sebagaimana
dijelaskan dalam ayat di atas.
Lantas, bagaimana kaitannya dengan cerita kiamat? Cerita kiamat yang
saya tulis dalam note ke-2 itu hanya terjadi di planet Bumi. Karena itu,
saya sebut sebagai kiamatnya Bumi, bukan kiamatnya alam semesta. Bumi
hanyalah partikel kecil di ‘samudera alam semesta’ yang berisi
bermiliar-miliar benda langit. Ada triliunan bintang dan matahari, yang
membentuk miliaran galaksi, dan berisi planet-planet seukuran bumi dalam
jumlah tak berhingga.
Maka, kalau planet Bumi yang kita huni ini diserbu oleh jutaan meteor
dari Kabut Oort, kejadian itu hanya akan memporak porandakan kehidupan
di planet Bumi saja. Atau maksimum tatasurya kita. Tidak akan mengganggu
stabilitas alam semesta yang sedemikian luasnya. Ibaratnya, kerusakan
itu hanya terjadi di sebutir debu yang bertaburan di sebuah padang pasir
nan luas. Di sebutir debu bernama Bumi itulah 6,5 miliar manusia sedang
mengalami kiamat atas peradabannya..!
Kita mengenal peristiwa ini sebagai ‘kiamat sughra’ alias
kiamat kecil. Bukan kiamat besar atau kiamat Kubra berupa hancurnya alam
semesta. Tentang kiamat besar ini akan saya ceritakan dalam note
tersendiri. Kiamat Bumi alias kiamat kecil itulah yang bakal
mengantarkan manusia menapaki fase-fase kehidupan selanjutnya memasuki
alam barzakh di dimensi yang lebih tinggi. Dan kemudian menuju alam
akhirat, di dimensi yang lebih tinggi lagi, sebelum ia lenyap ke dalam
Zat Yang Tak Terikat Dimensi: Allah Sang Penguasa Jagat Semesta…
QS. Az Zukhruf (43): 85
Dan Maha Suci Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan
apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang
hari kiamat dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Wallahu a’lam bishshawab…